Akses Pendidikan Belum Merata

JAKARTA - Robohnya atap sekolah madrasah Al Ikhlas di Kabupaten Lebak, Provinsi Banten, Senin (3/10), membuktikan bahwa akses pendidikan, sarana sekolah, belum merata dan belum menjangkau daerah terpencil sehingga memaksa masyarakat berinisiatif untuk membangun sekolah swadaya dengan dana terbatas, yang kualitas serta standar keamanan bangunannya rendah.

"Ini salah satu bukti bahwa akses pendidikan belum merata dan belum menjangkau daerah-daerah terpencil," kata anggota Komisi VIII DPR asal Dapil Banten, Jazuli Juwaini, di Gedung DPR, Jakarta, Selasa (4/10).

Atap Madrasah Diniyah Al-Ikhlas di Desa Cidikit, Kecamatan Bayah, Kabupaten Lebak, Banten, pada Senin, 3 Oktober 2010 lalu ambruk. Peristiwa ini menyebabkan satu orang siswa tewas dan 10 orang lainnya terluka serius.

Jazuli meminta pemerintah bertanggung jawab dalam menyediakan fasilitas pendidikan yang memadai bagi masyarakat. Agar masyarakat tidak harus berswadaya membangun sarana dan prasarana sekolah dengan kualitas bangunan yang rendah.

Bangunan dan sarana di Madrasah Diniyah Al-Ikhlas ini dibangun dengan material kayu dan bambu yang sudah lapuk. Karena tidak mampu menahan beban genteng akhirnya ambruk. "Ini sangat membahayakan jiwa siswa dan guru-guru di sekolah tersebut," sesal Jazuli.

Sebelumnya, 12 siswa SMP Negeri I Labuan, Kabupaten Pandeglang, Banten, menderita luka-luka akibat tertimpa atap bangunan sekolah, Kamis, 29 September 2011. Korban kebanyakan mengalami luka robek dan memar di sekujur tubuh akibat tertimpa kayu dan genting.

"Padahal bangunan tersebut baru selesai akhir tahun 2010. Dan dana pembangunannya diperoleh dari dana bantuan provinsi sekitar 100 juta rupiah," terangnya.

Serentetan peristiwa ini, dinilai Jazuli, sangat ironis. "Ada sekolah yang roboh karena tidak ada biaya dan di satu sisi ada sekolah yang roboh, padahal baru dibangun dengan dana yang cukup besar. Ini kan ada yang tidak beres dalam pengelolaan anggaran pendidikannya," tegas politisi dari Fraksi PKS itu.


Kurang Akses

Jazuli melanjutkan anggaran pendidikan yang setiap tahun bertambah semestinya dapat disalurkan dan diserap dengan baik. Salah satu dari tiga pilar kebijakan pendidikan adalah perluasan dan pemerataan pendidikan. Namun, ternyata itu belum terlaksana dengan baik. Masih banyak anak-anak yang tidak berkesempatan untuk sekolah dikarenakan kurangnya akses pendidikan.

"Perlu ada standar bangunan sekolah dan audit dalam pembangunannya sehingga kemungkinan terjadi penyelewengan anggaran untuk pembangunan dan sarana pendidikan dapat dihindari," ujar dia.

Sementara itu, Menteri Pendidikan Nasional (Mendiknas) Mohammad Nuh meminta agar jangan menyalahkan siapa-siapa mengenai sekolah rusak ini. Pasalnya, seluruh pihak, baik pemerintah daerah, pemerintah pusat, maupun masyarakat sudah diterjunkan untuk ikut membenahi fasilitas pendidikan tersebut. "Kita sama-sama Pak Menteri Agama sudah menggalakkan perbaikan sekolah umum atau keagamaan," tegas Nuh.

Pemerintah, baik itu Kemendiknas dan juga Kementerian Agama (Kemenag), masing-masing sudah melakukan perbaikan sekolah yang rusak. Tahun ini saja ada anggaran dengan total 20,4 triliun rupiah untuk memperbaikinya.

Harapannya dengan dana yang besar itu sudah tidak ada lagi sekolah rusak. Akan tetapi, jelas Mendiknas, ada 153.000 sekolah yang dibangun sejak tahun 1970-an atau yang biasa disebut sekolah inpres. "Walaupun ada dana untuk rehab besar, namun kalau sekolah itu sudah 30 tahun kan memang sudah waktunya rusak," katanya. 0 cit/P-3

Media : Koran Jakarta.com
Edisi : Senin, 10 Oktober 2011
Rubrik : Polkamnas

























frostwire, utorrent
























emule, utorrent























backup, utorrent

Comments :

0 komentar to “Akses Pendidikan Belum Merata”

Posting Komentar