'Biaya Demokrasi Lebih Murah Tapi Rawan Terjadi Koalisi Palsu

Rakyat Merdeka
Senin,2 Februari 2009

Walau memiliki keuntungan, wacana ini tetap menuai pro dan kontra lantaran menutup kran demokrasi yang selama ini terbuka. "Dari segi efisiensi dan efektivitas menang menguntungkan, teiapi dari segi demokrasi, harus ada proporsional atas proses demokrasi yang berjalan," ujar caleg DPR PDIP Dapil Jawa Barat XI, Maruarar Sirait kepada Rakyat Merdeka.
la mengatakan, jika dilihat dari undang-undang, hal ini tidak memungkinkan. Pria yang akrab disapa Ara ini juga menilai, jika wacana ini dilaksanakan, belum tentu bisa menghindari koalisi partai yang bersifat semu. Dikatakannya, koalisi parpol yang bersifat semu atau tidak tergantung parpolnya sendiri.
Hal senada dilontarkan caleg DPR Dapil Bamen II yang di-usung Partai Golkar, Dewi Yunus. la menilai, jika pileg dan pilpres dilakukan secara bersamaan, maka akan terjadi over lapping. Selain itu, undang-undang pemilu juga harus diganti. "Kalau dilakukan secara serempak dalam satu hari sangat tidak mungkin, ini bisa berbahaya," kata Dewi kepada Rakyat Merdeka.
Dewi juga menilai, dengan atau tanpa pemilu yang serempak, koalisi yang dilakukan partai merupakan hal yang semu demi kepentingan sesaat. Namun, katanya, hal ini hanya berlaku untuk partai-partai kecil. Sedangkan partai seperti Golkar tidak akan melakukan koalisi bersifat semu :
"Mereka (partai kecil, red) seperti kehilangan induk dan mencari pegangan untuk bisa maju ke legislatif. Bahkan partai baru yang namanya sering muncul di iklan pun belum memiliki pondasi yang kuat. Untuk mendapat suara maksimal mereka harus berdiri minimal 20 tahun," tambahnya.
Sementara itu, caleg DPR Dapil Banten III berbendera Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Jazuli Juwaini berpendapat, keuntungan dari peiaksanaan pileg dan pilpres secara serempak memang ada pada sisi efisiensi waktu dan pendanaan. Tetapi, kerugian sistem ini adalah tertutupnya keran demokrasi.
la meniiai, dengan pemilu serempak akan membuat masyarakat terkungkung. Partai yang tidak punya capres akan tersingkirkan, karena rakyat hanya memilih capres yang diusung partai.
Artinya, lanjut Jazuli, rakyat akan berpikir, buat apa pilih partai A yang tidak memiliki capres, lebih baik pilih partai B yang jelas-jelas punya capres.
"Sernua ada unrung dan ruginya, tapi jika pemilu dilakukan serempak dalam kondisi seperti sekarang, maka akan lebih banyak mudharatnya. Jangan sampai heroik demokrasi jadi tidak terlihat lagi," ujaraya.
Sedangkan caleg DPR Dapil Jakarta II yang diusung Partai Persaruan Pembangunan (PPP), Lena Mariana Mukti mengatakan, partainya telah lama mewacanakan penyerempakan waktu peiaksanaan pileg dan pilpres.
Hal ini, ujaraya, ditujukkan agar masyarakat dapat mengetahui parpol dan capres yang di dukungnya pada saat yang bersamaan. Dengan begitu, akan memperkuat sistem presidensil dan platform parpol dapat sesuai dengan capresnya.
"Semua partai harus punya capres. Tapi bukan berarri satu parpol satu capres. Tetapi misalnya, beberapa partai memiliki konsensus untuk mengusung satu tokoh," katanya.
Selain itu, lanjutnya, koalisi yang dibangun sebelum pileg akan menjadi koalisi utuh dan penuh komitmen. Dengan begitu, koalisi akan memiliki dasar yang kuat
Sebelumnya, anggota DPR, Slamet Effendi Yusuf menya-takan setuju jika pileg dan pilpres dilaksanakan secara serempak. "Berdasarkan original intent, perumusan waktu iru, pemilu itu ya harus serempak," kata politisi Golkar ini dalam dialog publik Haruskah Pemilu Serempak?, Jumat (30/1).
Sebaiknya, kata Slamet, Mahkamah Konstitusi (MK) harus memutuskan pemilu secara serempak. Teknis pelaksanaan bisa disingkirkan. "Misalnya jadwal Pilpres diajukan separuh dan pemilihan DPR diajukan separuh," katanya.
Slamet menjelaskan, negara-negara yang menganut presidensil, rata-rata menganut sistem kepartaian yang sederhana. Penyederhanaan itu, bisa dilakukan dengan menyerentakkan pemilu.
"Jika Pilpres dilaksanakan setelah Pileg, maka partai akan hasil perolehan suara pada pemilu. Jadi, koalisi (dalam Pilpres, red) hanya untuk kepentingan pragmatis," ucapnya. • CR-RKO

Comments :

0 komentar to “'Biaya Demokrasi Lebih Murah Tapi Rawan Terjadi Koalisi Palsu”

Posting Komentar