Satelit News
Selasa, 13 Januari 2009
Mahkamah Konstitusi (MK) menghapuskan sistem nomor unit dalam menentukan yang sebelumnya diatur dalam Pasal 214 huruf a, b. c, d, e UU No 10/2008 tentang Pemilu DPR,DPD dan DPRD. Menurut MK, Pasal 214 huruf a, b, c, d. e yang menentukan pemenang pemilu legislatif adalah yang memiliki suara di atas 30 persen bilangan pembagi pemilih {BPP) dan menduduki nomor unit lebih kecil adalah inkonstitusional. Menurut MK, pasal di atas menguntungkan caleg dengan nomor urut kecil, dan memangkas hak politik rakyat sebagai pemiiih.
Putusan MK tersebut mengubah kontestasi politik menjelang Pemilu 2009. Di satu sisi hal ini diprediksi akan meningkatkan suhu persaingan antar caleg dalam internal parpol sehingga berpotensi mengancam soliditas partai dan pada saat yang sama meningkatkan potensi konflik di dalam parpol. Namun di sisi yang lain. Putusan MK ini disambut secara antusias dan positif oieh berbagai kalangan dan dianggap mempunyai implikasi positif bagi rakyat dan bagi partai politik (parpol).
Putusan MK dinilai sebagai kemenangan bagi demokrasi karena dengan Pemilu 2009, suara rakyat akan menjadi lebih berpengaruh dibandingkan putusan dan negosiasi elite parpol sebagaimana yang berlaku sebelumnya. Bagi para calon. Putusan MK mencerminkan keadilan bagi setiap calon. Calon anggota legisiatif (caleg) yang berada pada nomor urut besar memiiiki peluang yang sama dengan caleg pada nomor urut diatasnya (nomor urut kecil).
Mengingat Putusan MK bersifat final dan tidak ada upaya hukum lain, maka sikap yang paling tepat adaiah melaksanakan secara konsekuen, menegaskan nilai positifnya sambil mengantisipasi potensi negatif yang akan muncul.
Dinamika Internal Parpol Menguat
Putusan MK mengurangi peran parpol dalam menentukan calon terpilih. Jika sebelumnya parpol tidak saja hanya berwenang mengajukan daftar nama caleg, namun juga turut menentukan keterpilihan caleg melalui syarat tertentu batasan BPP 30% pada sistem suara terbanyak penentuan calon terpilih didasarkan pada murni pilihan rakyat. Hal ini mengurangi peran parpol yang selama ini jamak berlaku.
Padahal. sistem nomor urut dalam tmgkat tertentu merupakan mekanisme yang dinilai cukup efektif dalam menegakkan disiplm anggota legisiatif (aleg). Aleg memahami bahwa kehadirannya di lembaga legisiatif tidak semata-mata peran kampanye dirinya sendiri, melainkan ditentukan parpol (melalui mekanisme nomor urut). Dari sana muncul loyalitas dan disiplin aieg terhadap parpol.
Memang loyalitas dan disiplin parpol seringkali dipahami publik sebagai pengutamaan kepentingan parsial parpoi dan pada saat yang sama seringkali menafikan kepentingan rakyat. Hal ini dikritik oleh berbagai kalangan sebagai bentuk penyimpangan fungsi representasi. Aleg bukan lagi merepresentasikan (mewakili) rakyat tetapi mewakili kepentingan parpol. Sayangnya kepentingan parpol seringkali bertentangan dengan kepentingan rakyat. Yang benar semestinya, disiplin parpol ditegakkan dalam rangka perjuangan kepentingan rakyat. Sehingga jika terdapat aleg yang melenceng dari garis politik parpol. yang sejalan dengan kepentingan rakyat. dapat dimintai pertanggungjawaban bahkan diberikan sanksi yang tegas.
Dengan sistem suara terbanyak, caleg berlomba meraih suara sebanyak-banyaknya. Mereka akan berusaha dengan segala upaya: dana, jaringan.
Implikasinya caleg akan lebih mengandalkan diri pribadi ketimbang parpol. Pada saat yang sama keterikatan caleg terhadap parpol relatif berkurang sehingga dikhawatirkan menurunkan derajat disiplin terhadap parpol pada saat terpiiih. Persoalan kita hari ini adalah masih yang tanpa ideologi dan bebas semaunva. Sebagian politisi karena potensi yang dimilikinya, apaiagi berhadapan dengan parpoi yang lemah dalam disiplin anggota. Seringkali berjalan di luar aturan politik bisa saja mereka bertentangan dengan garis partai saat pengambilan keputusan di DPR/DPRD. Saat ditegur atau akan diberi sanksi, bukan mustahil mereka dapat pindah fraksi karena partai bukanlah instuksi yang penting bagi mereka, apalagi duduknya mereka di parlemen atas dasar pilihan suara terbanyak rakyat dan tidak ditentukan parpoi. Tentu saja kita berharap fenomena seperti ini tidak terjadi pada anggota legislatif hasil pemilu mendatang. Jika pun terjadi kita berharap hal ini merupakan fenomena transisi, karena diyakini sistem suara terbanyak akan positif dalam jangka panjans bagi penguatan demokrasi.
Hal lain yang perlu diantisipasi pada masa transisi ini adaiah soal manajemen konflik yang muncul akibat persaingan antar-caleg. Melalui sistem suara terbanyak, dinamika persaingan internal dalam partai akan menguat, persaingan antar caleg akan semakin ketat. Persaingan ini adaiah hai yang wajar mengingat sistem suara terbanyak menjamin keadilan bagi setiap caleg untuk berkompetisi.
Pemilu ibarat pertandingan, di dalamnya ada kompetisi/persaingan. Namun, sistem dan pelaksanaan pemilihan harus menjamin kompetisi yang fair (fair competition). Kempetisi fair hanya muncul dari sikap ketaatan pada aturan, sehingga KPU sebagai penyelenggara dituntut untuk membuat aturan sebagai tindak lanjut pemberlakukan suara terbanyak yang mampu menjaga fairness, khususnya dalam kampanye,serta potensi konflik dalam penentuan calon terpilih.
Di sisi lain perlu didorong kedewasaan politik baik dan parpol maupun dari para caleg. Segala potensi ketidakharmonisan internal semestinya dapat diantisipasi. Gesekan-gesekan bakal terjadi, tetapi untuk jangka panjang akan mendidik orang untuk semakin sportif dalam menerima kemenangan atau kekalahan. Sportivitas dalam politik sangat diperlukan bagi tegaknya sebuah demokrasi yang kuat dan sehat.
Kebutuhan Kader (Parpol) yang Mengakar
Sistem suara terbanyak mendorong kaderparpol terutama yang menjadi caleg parpol juga akan semakin merdorong untuk menunjukkan Caleg-caleg yang berkualitas karena dalam pemilu-pemilu mendatang, figur caleg akan menjadi semakin penting dibandingkan dengan parpol itu sendiri.Mulai mengakarkan pengaruhnya di masyarakat. Parpol harus semakin sibuk bekerja unruk masyarakat. Parpol tidak bisa hanya sibuk menjelang pemilu, di saat-saat kampanye, tetapi parpol dituntut untuk setiap hari berada di tengah-tengah masyarakat, bergelut dengan dinamika masyarakat dan dituntut menyelesaikan memberikan solusi pelbagai persoalan yang dihadapi masyarakat.
Dalam konteks tersebut, sistem suara cerbanyak akan mendorong pelembagaan parpol yang semakin kuat. Parpol yang terlembaga diindikasikan dengan pelaksanaan fungsi-fungsi yang dimilikinya secara konsekuen. Parpol akan semakin kuat melaksanakan prinsip political constituency, dimana politik adaiah sarana memperbaiki kualitas kehidupan konstiruen (masyarakat). Parpol akan semakin serius memikirkan dan memperbaiki kualitas kesejahteraan masyarakat. Dengan itu, parpol dituntut unruk menajamkan visi, misi. dan program yang ril dengan kebutuhan masyarakat.
Relasinya dengan pelaksanaan pemilu, parpol yang terlembaga semestinya memahami bahwa salah satu fungsi penting yang dimilikinya adaiah sebagai agen rekrucmen elit Parpol telah melaksanakan fungsi tersebut dengan menyusun daftar caleg yang akan ditawarkan kepada publik pada saat pemiiu. Sebagai pemegang otoritas penentu caleg semestinya parpol teiah menjaring caleg yang benar-benar bcrkualitas yang dideteksi melaiui mekanisme yang demokratis. Jika mekanisme itu telah ditempuh, maka tidak ada lagi yang perlu dikhawatirkan parpol, karena siapapun yang terpilih adaiah kaderterbaik parpol
Suara Terbanyak, Prinsip Keadilan, dan Penguatan Demokrasi
H. Jazuli Juwaini, MA, Senin, 09 Februari 2009
Label:
Pemilu 2009
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Comments :
Posting Komentar