Koran Seputar Indonesia
Kamis 21 Agustus 2008
JAKARTA (SINDO) – Sebanyak 92,7% calon pemilih yang sudah tercatat dalam daftar pemilih sementara (DPS) terancam kehilangan hak suaranya. Hal itu disebabkan para calon pemilih tidak mengetahui tahapan-tahapan pemilu yang sudah ditetapkan Komisi Pemilihan Umum (KPU), termasuk tahapan pengecekan DPS.
Angka ini didapatkan dari audit daftar pemilih yang dilakukan Lembaga Penelitian, Pendidikan dan Penerangan Ekonomi dan Sosial (LP3ES). Dalam auditnya, LP3ES menemukan bahwa 79,2 % calon pemilih telah terdaftar dalam DPS.Namun, hasil audit tersebut juga menunjukkan sekitar 92,7 % calon pemilih tidak mengetahui periode pengecekan nama dalam DPS. Konsekuensinya,calon pemilih terancam tidak terdaftar dalam Daftar Pemilih Tetap (DPT) dan kehilangan hak suara.
Audit tersebut dilakukan 7–11 Agustus 2008 dengan jumlah 7.800 responden yang dipilih secara multistage stratified random sampling.Audit tersebut mempunyai tingkat kepercayaan sebesar 95% dan ambang batas kesalahan ±2,5%.
Kepala Divisi Penelitian LP3ES Fajar Nursahid menyatakan, kenyataan tersebut disebabkan kurangnya sosialisasi yang dilakukan KPU. ”Sistem yang baru di mana calon pemilih yang harus aktif tidak diketahui oleh masyarakat karena minimnya sosialisasi KPU,” tandas Fajar saat mempresentasikan hasil audit daftar pemilih 2008 LP3ES di Jakarta kemarin.
Fajar juga menyampaikan agar KPU sebaiknya melakukan evaluasi internal terkait proses pengumuman DPS.Upaya tersebut perlu dilakukan untuk melihat sejauh mana sosialisasi dan pemasangan DPS di lapangan. Dia juga mengatakan seharusnya KPU mempertimbangkan untuk memperpanjang masa pengumuman DPS. ”Sebab, calon pemilih yang belum mengerti bisa menyusul untuk mengecek namanya dalam DPS,”tandasnya.
Sementara itu, Direktur Eksekutif Centre for Electoral Reform (Cetro) Hadar Navis Gumay mengatakan, perubahan prosedur pendaftaran pemilu membutuhkan sosialisasi yang intens dari KPU. ”Sistem yang baru ini kan perubahan dari masyarakat yang pasif menjadi aktif, maka sosialisasi daftar pemilih tidak cukup hanya diumumkan sekali lewat saja, perlu sosialisasi yang intens dan itu tidak dilakukan KPU,”ujar Hadar.
Menurut Hadar, KPU tidak cukup dengan memperpanjang masa pengumuman DPS saja. Sebenarnya yang paling mendesak, ujar dia, adalah memperbaiki dan menata ulang DPS.Sebab,proses penyusunan DPS sejak awal tidak sesuai dengan aturan perundangan.
”Data dari pemerintah, yakni DP4, seharusnya melalui pencocokan dan penelitian (coklit) atau dimutakhirkan menurut UU Pemilu, tetapi hal itu tidak dilakukan sepenuhnya oleh KPU,” ujarnya.
Karena itu, banyak data dalam DPS yang menggunakan data pemilih saat pemilihan kepala daerah (pilkada) digelar di daerah. Dengan demikian, tingkat kevalidan data DPS juga diragukan. Jika data ini tidak segera diperbaiki, akan sangat rawan memunculkan gugatan kepada KPU.
”Penataan ulang data diperlukan untuk mendapatkan data yang berkualitas untuk pemilu yang berkualitas. Kalau datanya kotor akan sangat rentan memunculkan gugatan,”tandasnya.
Anggota Komisi II DPR Jazuli Juwaini mengatakan, kinerja KPU memang cenderung lamban. Padahal, ujar dia, peran DPS sangat penting dalam pemilu.Menurut dia, DPS adalah salah satu pilar demokrasi dalam pemilu.” Jika DPS tidak diketahui masyarakat, demokrasi dalam pemilu bisa dipertanyakan,” ujarnya.
Ke depan, hendaknya KPU memanfaatkan media massa untuk tahapan yang perlu diketahui masyarakat banyak. ”Jika parpol yang caleg perempuannya tidak sampai 30% saja diumumkan di media massa, seharusnya DPS juga diperlakukan serupa,” ujarnya.
92% DPS Akan Kehilangan Hak
H. Jazuli Juwaini, MA, Rabu, 28 Januari 2009
Label:
Pemilu 2009
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Comments :
Posting Komentar