JK Prihatin Perdagangan Politik Marak di DPR

Seputar Indonesia
Selasa, 2 September 2008


JAKARTA(SINDO), Tuesday, 02 September 2008– Wakil Presiden (Wapres) Jusuf Kalla mengaku prihatin atas maraknya perdagangan politik yang terjadi di lingkungan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).

Kalla menilai sistem politik yang terlalu banyak dipengaruhi sistem ekonomi acap menimbulkan persoalan, salah satunya adalah dugaan komersialisasi pembahasan rancangan undangundang (RUU) oleh anggota DPR. Menurut Kalla, tindakan seperti itu akan menyulut banyak permasalahan di kemudian hari.”Lihatlah apa yang terjadi di DPR. Ekonomi memengaruhi politik atau sistem, bikin UU (undang-undang) ada costnya.

Masuklah teman-teman dari KPK. Kita sangat menyesalkan karena pengaruh kehidupan ekonomi masuk ke politik,” tuding Kalla saat menerima peserta program pendidikan reguler angkatan ke-41 Lemhanas 2008 di kantornya kemarin. Karena itu Kalla meminta agar perdagangan politik seperti ini dihapuskan.” Orang sering mengatakan politik itu bagus, politikus bagus, pedagang juga bagus.Tapi yang paling tidak baik memperdagangkan politik.

Ada ketua Kadin (Kamar Dagang dan Industri) di sini yang berangkat dari DPR (pasti tahu).Tidak boleh!” ujarnya tandas. Meski demikian,Wapres menegaskan ekonomi tetap berperan penting dalam upaya mempertahankan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Di samping ketahanan politik, Indonesia juga harus memiliki ketahanan ekonomi dan sosial yang kuat.

”Kita boleh mempunyai sistem politik yang bagus, tetapi (bila) ekonomi kita tidak maju,akan juga roboh sistem itu. Begitu juga sebaliknya, kita bisa mengusahakan ekonomi kita maju, tapi sistem politik kita demikian sulitnya,”ujar Wapres. Sekretaris Jenderal Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi) Sebastian Salang menilai kritik Jusuf Kalla terhadap DPR punya alasan cukup kuat.”Karena memang apa yang dipaparkan itu terjadi,”kata Sebastian kepada SINDO tadi malam.

Menurut Sebastian, realitas jual beli undang-undang di DPR bukan hal baru dan bukan rahasia lagi.Uang juga berpengaruh terhadap prioritas undang-undang dan waktu pembahasannya. Belum lagi kasus suap dan sebagainya yang melibatkan lembaga perwakilan itu. Namun, sebagai Ketua Umum DPP Partai Golkar, Kalla juga bertanggung jawab atas keadaan itu.

Partainya juga merupakan pemilik mayoritas kursi di DPR.”Ini dia,seperti menepuk air didulang terpercik muka sendiri,” Sebastian mengibaratkan. Karena itu, Kalla dengan Golkar seharusnya ikut membenahi dan bertanggung jawab. Tidak cukup hanya sekadar melakukan kritik. Selain itu, sebagai wakil presiden, kritik Kalla juga seolah jadi bumerang bagi dirinya sendiri. Sebab, selama ini yang melakukan perdagangan politik dengan DPR adalah pemerintah karena kasus suap di DPR selalu melibatkan pihak pemerintah.

Dalam kasus BI, misalnya, atau yang lainnya.”Yang nyogok juga kan pemerintah,” ujarnya. Sebastian menyarankan sebaiknya Kalla, sembari mengkritik, melakukan upaya pembenahan. Karena jika tidak diubah, DPR akan mengalami delegitimasi. ”Kalau itu terjadi, imbasnya parpol juga tidak akan dipercaya,” tuturnya. Senada dengan Sebastian, anggota Komisi II DPR Jazuli Juwaini menilai pernyataan Kalla bisa menjadi bumerang bagi Kalla yang menjabat Ketua Umum DPP Partai Golkar mengingat mayoritas anggota DPR berasal dari Partai Golkar.

”Kalla sebagai ketua umum (Partai Golkar) harus membuktikan pernyataannya dengan meminta anak buahnya di DPR untuk tidak melakukan hal tersebut (memperdagangkan politik),” tegas Jazuli. Jazuli juga berharap imbauan Kalla ini tidak hanya ditujukan bagi anggota parlemen, melainkan juga pemerintah.” Saya sangat setuju, tidak boleh ada komersialisasi politik. Ini tidak hanya berlaku bagi anggota DPR, tetapi juga pemerintah,”ujar Jazuli saat dihubungi SINDO kemarin.

Menurut politikus PKS ini, perundang-undangan tidak boleh dikomersialkan karena akan menyebabkan undang-undang tersebut kehilangan arah dan objektivitasnya. Namun, pendapat Wapres mengenai adanya anggota DPR yang melakukan komersialisasi rancangan undang-undang masih perlu dibuktikan terlebih dulu.”Kalau komersialisasi undang-undang itu tidak boleh, tapi persoalannya ada buktinya atau tidak,” tandasnya.

Sekretaris Fraksi Partai Amanat Nasional Muhammad Yasin Kara melihat kekhawatiran Kalla cukup beralasan. Dia mencontohkan lambannya pengesahan Undang- Undang Mineral dan Batu Bara yang ditengarai akibat benturan kepentingan antara pengusaha dan keinginan anggota panitia khusus (pansus).”Anggota pansus menginginkan ada keuntungan lebih besar kepada negara. Ini berbenturan dengan keinginan pengusaha,” katanya kepada SINDO kemarin.

Mantan aktivis HMI ini menyatakan, masing-masing elite partai politik (parpol) harus memberikan contoh yang baik. Dengan begitu, kadernya yang duduk sebagai anggota DPR tidak gamang dalam membahas UU dan mampu membuat rumusan yang objektif.

Comments :

0 komentar to “JK Prihatin Perdagangan Politik Marak di DPR”

Posting Komentar